Minggu, 21 November 2021

PENEMPUH JALAN HIJRAH

 Cerpen Lily Nuraini Damayanty, S.Pd







Sebut saja dia Ade. Sebab bagiku ia adalah seorang adik lelaki yang aku sayangi, meskipun bukan adik kandungku sendiri. Rumah kami berdekatan, bahkan orang tua kami pun memiliki kedekatan layaknya saudara sesungguhnya. Saking dekatnya, Ade memanggil kedua orang tuaku dengan sebutan Bapak dan Ibu. Sementara, aku menyebut orang tuanya dengan panggilan Bapak dan Mama.

            Sebenarnya, dalam keluarganya, tidak hanya Ade yang dekat denganku. Kakaknya, Ina, juga merupakan kawan sepermainanku. Namun, ceritaku kali ini akan kufokuskan pada Ade, sebab jalan hidupnya yang menurutku begitu menarik.

            Ade dilahirkan saat Ina berusia empat tahun. Usiaku sendiri saat itu baru tujuh tahun. Aku dan Ina sama antusiasnya menyambut kelahiran Ade. Sebab selama ini, kami sama-sama menginginkan keberadaan seorang adik. Ina sangat beruntung, sebab keinginannya terkabul. Ia memiliki Ade. Tiga tahun kemudian ia bahkan memiliki seorang adik lagi, Ira. Sementara aku, harus puas menjadi bungsu dalam keluarga.

            Maka tak heran, jika aku sangat menyayangi Ade. Aku selalu menganggap Ade kecil adalah adikku. Setiap hari aku datang ke rumahnya hanya untuk menggendong bayi mungil itu. Mama Ina mengijinkan, dan mengajari aku bagaimana cara melakukannya. Ina bahkan tidak dibolehkan untuk melakukan itu.

Semakin hari, Ade tumbuh semakin lucu. Ia adalah bayi montok yang sangat menggemaskan. Aku masih mengingat bagaimana manisnya saat dia tersenyum. Mulut kecilnya akan merekah lebar, dan mata sipitnya akan menyisakan garis tipis di wajah.

Setiap sore, sehabis mandi, aku pasti sudah standbye di rumah Ina. Hanya untuk menyaksikan Mama Ina memandikan Ade. Bagiku kegiatan itu merupakan sebuah ritual menarik yang tak boleh aku lewatkan. Aku bahkan sampai hapal urutannya. Pertama, Mama akan mencampur air panas dan air dingin ke dalam bak mandi bayi, memasukkan Ade ke dalamnya, lalu memulai prosesi mandi itu dengan menyampo rambut Ade. Kemudian ia akan membilasnya hingga bersih. Setelah itu dilanjutkan dengan mengusapkan sabun ke seluruh bagian tubuh Ade, sambil membersihkan dan memijatnya perlahan. Ade biasanya terlihat begitu menikmati saat-saat itu. Dia akan tersenyum bahkan mengoceh riang. Mama Ina tidak berhenti mengajaknya berbicara selama proses memandikan. Dan aku, selalu menyimak dan menikmati momen-momen itu dengan takjub.

Setelah proses memandikan, ada proses lain yang juga selalu tak pernah kulewatkan. Yaitu saat Mama Ina mendandani Ade. Di meja, akan ditata sedemikian rupa; pakaian, bedak, dan perlengkapan bayi lainnya. Kemudian, Mama akan memulainya dengan membalurkan minyak telon ke dada, perut, telinga dan ubun-ubun Ade. Disusul dengan bedak. Setelah itu, memasangkan baju dan celana Ade. Membedaki wajahnya. Menyisir rambutnya. Terakhir, menyemprotkan parfum bayi yang segar ke tubuh kecil itu.

Jika sudah selesai seperti itu, maka biasanya Mama Ina akan menyerahkan Ade kepadaku. Aku akan mengajaknya bermain di rumahku, atau sekedar berjalan-jalan. Saat usia Ade sudah lebih besar, tidak jarang aku dan Papa  mengajaknya bersepeda. Itu berlangsung sampai Ade besar. Tidak heran jika Ade juga begitu dekat dengan papaku. Saat beliau berpulang beberapa tahun kemudian, Ade merasa sama kehilangannya dengan denganku.

***

 

Aku cenderung tumbuh sebagai gadis yang tomboy. Walaupun aku menyukai permainan anak perempuan,  aku juga suka sekali memainkan permainan anak laki-laki. Bisa ditebak, dengan siapa aku memainkan permainan-permainan itu ‘kan? Ya, benar. Tentu saja dengan Ade.

Aku sering sekali menghabiskan waktuku bermain bola kaki dengan Ade. Saat Ade beranjak besar, aku juga mengajaknya bermain catur. Belakangan, dia lebih sering mengalahkan aku dalam bertanding catur. Padahal, aku yang dulu mengajarinya. Kami juga sering menghabiskan waktu memancing bersama di kolam depan rumahku. Dia senang sekali bila kailnya berhasil mendapatkan ikan besar.

Saat aku SMA—Ade masih SD saat itu—aku suka sekali mendengarkan musik. Aku bahkan ingin sekali bisa bermain gitar. Dengan uang yang berhasil aku kumpulkan, kuajak Ade ke toko alat musik. Ternyata Ade juga senang sekali. Jadi kubiarkan dia yang memilihkan gitar untukku—dengan bantuan penjualnya, tentu saja. Akhirnya pilihan jatuh pada gitar berwarna biru metalik. Bukan gitar mahal, memang, tapi aku dan Ade suka sekali.

Aku ingat, berhari-hari kami mencoba memainkan gitar itu berdua. Padahal, tidak ada satu pun dari kami yang mengerti bagaimana caranya. Selain itu, kami juga menghabiskan waktu berjam-jam untuk membicarakan band-band yang kami sukai saat itu. Ya, sedekat itu memang kami saat itu. Bahkan dengan kakak lelakiku, aku tidak seperti itu.

Kebersamaanku dengan Ade terhenti saat aku meninggalkan kota kami untuk kuliah di Bandung. Kesibukan kuliah membuatku jarang berkomunikasi dengan Ade. Sesekali saat aku pulang, kami masih menghabiskan waktu bersama. Namun, seiring berjalannya waktu, Ade pun memiliki kegiatan dengan teman-temannya. Saat itu, Ade sudah duduk di bangku SMP.

***

 

Di tahun-tahun terakhir aku di Bandung, beberapa kali kudengar kabar kurang menyenangkan tentang Ade. Bahkan beberapa kali Mama Ina memintaku untuk bicara dengan Ade. Menasihati Ade, tepatnya. Karena kini Ade berubah. Perangainya menjadi lebih keras. ia sering marah dan memaksakan keinginannya pada Mama Ina.

Kemudian aku tahu, bahwa di keluarga Mama Ina ada terjadi masalah. Kupikir, salah satu penyebab dari berubahnya sifat Ade, tidak lepas dari masalah tersebut. Mungkin Ade marah pada keadaan. Pelariannya, ya dengan menjadi seperti saat itu. Ditambah dengan pergaulan juga, mungkin. Ya, dia yang saat itu membentuk grup band bersama teman-temannya, sepertinya terbawa pergaulan yang kurang baik.

Aku tentu saja bersedih dengan keadaan itu. Namun, kesempatan untuk bicara dengan Ade begitu sulit. Apalagi, setelah lulus kuliah aku pindah ke kota lain, bekerja di sana, dan hanya pulang satu minggu sekali ke rumah. Itu pun jarang sekali bisa berjumpa dengan Ade.

Satu tahun kemudian aku bahkan merantau ke luar pulau. Menghabiskan masa sepuluh tahun di rantau orang. Semakin jaranglah aku bertemu dengan adikku. Walaupun kabar tentangnya masih selalu kudengar.

Berbagai masalah datang menguji keluarga Ade. Terakhir, kudengar Ade begitu kecewa karena suatu hal. Kekecewaan itu, ditambah dengan ujian-ujian lain yang menimpa keluarga Ade—yang tak mungkin aku ceritakan di sini. Dan itu membuatku merasa begitu khawatir. Namun, apalah daya, aku hanya mampu mendoakan dari jauh. Mendoakan kebaikan-kebaikan untuk Ade dan keluarganya.

***

 

Allah hanya akan menguji seseorang sesuai dengan batas kemampuannya. Kalimat tersebut menurutku benar adanya. Aku  menyaksikan, bagaimana Ade, berhasil melalui semua ujian yang menghampirinya. Menurut cerita ibuku, Ade telah mengalami sebuah pengalaman spiritual yang membuatnya berubah. Berubah menjadi jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya.

Tidak ada lagi Ade yang keras. Tidak ada lagi Ade yang dulu sering membuat Mama Ina berkeluh kesah bahkan menangis di dekat ibuku. Aku bahkan melihat sendiri bagaimana Ade kini. Begitu santun. Begitu penyayang, Bahkan sikapnya begitu lembut kepada orang-orang yang dulu telah mengecewakannya.

Ade telah berhasil hijrah. Dia bahkan meninggalkan semuanya. Meninggalkan band-nya. Meninggalkan pekerjaan lamanya dan memulai usaha yang menurutnya lebih berkah dan diridhai Allah. Aku melihat dari jauh keteguhannya. Juga bagaimana dia berusaha menjunjung prinsip hidupnya. Dan, aku tentu saja senang melihatnya. Aku bahkan merasa, betapa aku belum mampu untuk dapat seperti Ade saat ini.

Aku hanya mampu mendoakan agar Ade senantiasa istiqomah. Juga agar aku pun bisa seperti Ade. Menjadi lebih baik dari hari ke hari. Bukankah akan termasuk orang-orang yang merugi, jika kita tidak menjadikan diri kita lebih baik dari hari kemarin? Dan aku sungguh tidak menginginkan, berada dalam kumpulan orang-orang yang merugi.

Bandung Barat, 19 November 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Praktik Baik : Menjadi Content Creator Bernilai Citra Roska Awaliyah, M.Pd Guru IPA SMPN 3 NGAMPRAH Calon Guru Penggerak Angkatan ...