Cerpen Dian Mardiana, S. Pd
Sejak
lahir pemuda berwajah rupawan itu dipanggil anak emas. Kehadirannya sangat
dinantikan Bu Marni dan Pak Mardi setelah lima tahun pernikahannya. Saat
berusia 8 tahun dia mengalami sakit yang membutuhkan perawatan intensif. Rasa
sakit di bagian kepala seringkali dirasakan Radi. Bu Marni pun tak kuasa
melihat kondisi anaknya yang sering mengalami kesakitan bahkan sampai membuat Radi
tak sadarkan diri menahan rasa sakitnya. Sampai akhirnya Pak Mardi memutuskan
untuk membawanya ke rumah sakit daerah setempat.
“Dokter...dokter
tolong bantu sembuhkan anak saya,” ucap Bu Marni sambil menangis.
“Kenapa
dokter dengan anak saya?” tambah Pak Mardi.
Dokter
dengan bantuan suster yang saat itu sedang jaga malam, langsung bergegas menuju
ruang tindakan pasien. Setelah beberapa hari, hasil diagnosa menyatakan bahwa Radi mengidap penyakit
kanker. Bu Marni dan Pak Mardi sangat terpukul mendengar hasil diagnosa yang
disampaikan dokter. Mereka pun berupaya dan berdoa untuk kesembuhan anaknya.
Hampir
tiga bulan Radi mendapatkan perawatan di rumah sakit dan membutuhkan biaya yang
tak sedikit. Untuk membiayai penyembuhan sakit Radi, mengharuskan Pak Mardi
menjual rumah. Karena biaya rumah sakit yang sangat mahal, dengan berat hati
pak Mardi memutuskan untuk merawat Radi di rumah kontrakan dan melanjutkan
pengobatan dengan mencoba beberapa pengobatan alternatif. Setelah beberapa
bulan menjalani pengobatan alternatif, akhirnya kondisi Radi semakin membaik
sampai dinyatakan terbebas dari penyakit kanker berdasarkan hasil pemeriksaan
terakhir dari rumah sakit.
“Alhamdulillah,
Nak…kamu bisa sembuh dan tumbuh menjadi anak yang sehat,” ucap Bu Marni.
“Terimakasih,
Bu, atas kesabaran dan doa yang selalu Ibu ucapkan untuk kesembuhan Radi,” ucap Radi.
Semakin
hari kondisi Radi semakin membaik dan tumbuh menjadi pribadi yang memiliki
akhlak yang baik dan taat pada agama. Selepas pulang sekolah dia selalu mengikuti
kajian keagamaan di masjid yang dekat dengan rumahnya. Bu Marni bangga anak
laki-laki yang diinginkannya tumbuh menjadi pribadi yang taat pada agama.
Ketika
tumbuh dewasa Radi pun memutuskan untuk menikah dengan perempuan pilihannya,
sehingga dengan berat hati Bu Marni dan Pak Mardi harus merelakan anak
laki-laki kesayangannya untuk tinggal bersama istrinya. Setelah beberapa bulan
menikah Radi pun dikaruniai seorang anak laki-laki. Dia hidup bahagia dengan
keluarga kecilnya. Sebagai seorang pemimpin dalam rumah tangga dia adalah sosok
yang penyabar, bertanggung jawab dan ucapannya bisa menyejukkankan hati bagi
keluarga. Tutur katanya yang baik dan sopan, seringkali menjadikannya sebagai
pembicara di berbagai acara baik dalam acara pertemuan keluarga, pernikahan,
ataupun keagamaan. Pesan yang disampaikannya sangat menyentuh dan menyejukkan hati
yang mendengarkannya.
Di
tengah kesibukannya sebagai buruh pabrik tektstil yang berada di wilayah
Bandung, Radi tetap menyempatkan waktu untuk mengikuti kajian keagamaan dan
mengajar ngaji anak-anak di masjid sekitar tempat tinggalnya. Sampai akhirnya
mendapat panggilan Ustadz Radi dari anak-anak yang diajarkannya. Sosok Ustadz
Radi yang humble dan humoris membuat suasana di tempat belajar mengaji
menjadi menyenangkan.
“Anak-anak,
salah satu kewajiban kita sebagai anak yaitu
berbakti kepada orang tua. Mumpung orang tua kita
masih hidup, bahagiakan mereka sebagaimana mereka membahagiakan kita sewaktu
kita masih di kandung, saat lahir dan sampai kita sudah dewasa,” ucap Ustadz Radi.
“Iya….Insyallah,
Pak Ustadz,” ucap sebagian anak-anak.
Dia
sosok yang gigih dalam bekerja untuk menafkahi keluarga dan membantu orang
tuanya yang saat ini sudah tidak bekerja. Do’a dan harapannya selalu tercurah
untuk kebahagiaan keluarga dan orang tuanya. Pada suatu waktu pekerjaan di
pabrik sangat menumpuk, banyak laporan agenda kerja yang harus diselesaikan.
Waktu menunjukkan pukul 5 sore, sudah seharusnya seluruh karyawan pulang. Hanya
saja saat itu pekerjaannya belum selesai sehingga mengharuskan Ustadz Radi
lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya sampai larut malam.
Saat
sedang menyelesaikan laporan tiba-tiba penglihatannya kabur dan buram. Hal ini
sering terjadi, hanya saja ia sering mengabaikannya. Sejenak dia memejamkan
matanya, namun saat dibuka perlahan penglihatannya masih terlihat kabur. Dia
langsung berlari menuju masjid, sesampainya di masjid tiba-tiba penglihatannya
gelap dan tidak bisa melihat keadaan di sekitarnya. Ia pun terkejut dengan
kondisi yang dialaminya. Selama berada di masjid ia pun terus bersujud, tak
henti-hentinya berdo’a dan berdzikir kepada Allah SWT. Air matanya pun tak
terbendung dengan kondisi yang dialaminya, ia khawatir apabila tidak bisa
melihat lagi seperti biasanya.
“Astagfirullah
aladzim, apa yang terjadi dengan penglihatanku? Ya Allah... berikanlah
kesembuhan untuk penglihatanku,” ucap Ustadz Radi.
Setelah
beberapa saat Ustadz Radi pun mencoba membuka matanya secara perlahan,
penglihatannya bisa melihat kembali hanya saja seringkali tiba-tiba buram. Ia
pun meminta bantuan teman untuk mengantarkan kerumah karena kondisi
penglihatannya yang belum membaik. Keesokan harinya Ustadz Radi memutuskan
untuk berobat ke rumah sakit cicendo Bandung. Hasil pemeriksaan dokter
menyatakan bahwa Ustadz Radi terkena Glaukoma, apabila tidak ditangani dengan
cepat akan mengakibatkan kebutaan total. Dokter menyarankan segera di operasi
untuk mencegah kebutaan total dan mengurangi gejalanya.
Beberapa minggu kemudian operasi pun
dijalani, istri dan kedua orang tuanya senantiasa selalu berdo’a untuk
kesembuhan Ustadz Radi. Operasi dilakukan untuk menurunkan tekanan pada bola
mata, serta mengurangi rasa sakit pada mata yang tertekan cairan berlebih.
Namun mata sebelah kanan saja yang bisa dilakukan pencegahan, karena kondisi
mata sebelah kiri kondisinya sudah akut dan mengalami kebutaan. Hal ini
disebabkan karena terlambat mendeteksi dan penanganan gejala yang terjadi.
Dengan kondisi penglihatan saat ini,
dia sangat bersyukur masih diberikan kesempatan untuk bisa melihat meskipun
hanya sebelah mata yang berfungsi. Dia selalu mengajarkan kepada istri, anaknya
dan anak-anak yang dibimbingnya mengaji untuk selalu bersyukur atas apa yang
sudah diberikan oleh Allah SWT. Dengan kondisi saat ini tidak menyurutkan
kegigihan Ustadz Radi dalam bekerja, bahkan dia sering mengikuti ceramah
keagamaan. Di sela waktu liburnya dia memanfaatkan waktunya untuk memperdalam
ilmu agama dan seringkali menjadi penceramah di beberapa kegiatan keagamaan.
Doa dan harapan selalu dipanjatkan
untuk kebahagian keluarga kecil dan kedua orang tuanya. Salah satu keinginan
terbesarnya ia ingin memberangkatkan orang tuanya menjalankan ibadah haji. Dari
hasil penghasilannya ia selalu sisihkan untuk menabung agar kedua orang tuanya
bisa menjalankan ibadah haji. Meskipun penghasilannya tidak besar dan harus
mencukupi kebutuhan keluarganya, ia tetap berupaya ingin mewujudkan harapan
kedua orang tuanya untuk menjalankan ibadah haji. Bahkan ia mengesampingkan
kebutuhan dirinya sendiri, yang membutuhkan kendaraan untuk bekerja karena kondisi
motor yang saat ini digunakan sudah tua dan seringkali mogok di tengah
perjalanan. Meskipun demikian Ustadz Radi tetap bersabar, selalu bersyukur dan
tidak pernah mengeluh dengan apa yang dimilikinya.
Kondisi motor tua yang ia gunakan
saat ini dalam keadaan kurang baik dan ada beberapa bagian yang harus
diperbaiki, seperti remnya yang kurang berfungsi dengan baik dan lampu motor
yang sudah rusak. Dengan kondisi motor yang demikian dan kondisi penglihatannya
saat ini mengakibatkan Ustadz Radi mengalami kecelakaan tunggal menabrak truk
yang parkir di pinggir jalan saat dia pulang kerja malam. Kecelakaan ini
mengakibatkan kaki sebelah kanan Ustadz Radi patah dan mengharuskannya
istirahat dirumah dalam waktu beberapa minggu sambil menjalani terapi untuk
proses penyembuhan kakinya.
Mendengar
kabar Ustadz Radi kecelakaan, pimpinan pondok pesantren datang menengok
kerumahnya. Setelah mendengar kronologis kejadiannya ia pun merasa empati
dengan kejadian yang telah menimpa Ustadz Radi. Melihat kondisi motor yang
sangat rusak parah, akhirnya pimpinan pondok pesantren pun memberikannya motor
untuk digunakan bekerja pada saat Ustadz Radi kondisinya sudah membaik. Ia pun
keberatan dan menolak pemberiannya karena terlalu banyak bantuan yang sudah
diberikan.
“Tolong
Ustadz hargai itikad baik saya dan kebetulan motor ini juga jarang dipakai,
jadi dari pada mubazir tidak terpakai saya amanahkan kepada Ustadz Radi untuk
menggunakannya,” ucap pimpinan pondok pesantren.
Mendengar
ucapan dari pimpinan pondok pesantren itu, Ustadz Radi pun tak kuasa menolak
pemberiannya. Ia sangat berterima kasih dan bersyukur karena dikelilingi
orang-orang yang baik di sekitarnya. Sehingga saat ini ia hanya fokus untuk
kesembuhan kakinya dan tidak perlu memikirkan lagi biaya servis untuk
memperbaiki motor tua kesayangannya yang mengalami kerusakan parah..
Setelah
menjalani terapi pengobatan kakinya, semakain hari kondisi Ustadz Radi semakin
membaik. Ia pun bisa kembali bekerja dan mengikuti kegiatan rutin di pesantren
bahkan menjadi penceramah di beberapa kegiatan pengajian dari masjid ke mesjid.
Pada satu waktu di tempat Ustadz Radi memperdalam ilmu agama dibuka pendaftaran
untuk melaksanakan ibadah Umroh. Ia sangat ingin mendaftarkan kedua orang
tuanya, namun uang tabungannya masih belum cukup. Akhirnya ia pun berupaya
untuk mencari pinjaman di koperasi tempatnya bekerja. Dari hasil uang tabungan
dan pinjamanya, ia pun langsung mendaftarkan kedua orang tuanya tanpa
sepengatahuan mereka.
Beberapa
bulan kemudian, informasi keberangkatan ibadah Umroh pun yang ditunggunya telah
tiba. Ia sangat senang dan langsung memberikan kabar gembira itu kepada orang
tuanya. Mendengar kabar gembira tersebut Bu Mirna dan Pak Mardi sangat terharu
sampai meneteskan air mata atas kejutan yang telah diberikan oleh putra
satu-satunya itu. Ini merupakan impian mereka yang selalu diucapkan kepada
Ustadz Radi. Hanya saja harapan mereka, Ustadz Radi pun bisa ikut untuk
menemani dan mendampingi kedua orang tuanya untuk melaksanakan ibadah Umroh.
“Radi
kan masih ada kesempatan di lain waktu Pak…Bu…untuk melaksanakan ibadah Umroh,
saat ini bapak sama ibu dulu yang berangkat. InsyaAllah nanti kalau ada
rezekinya semoga kita bisa berangkat bersama-sama.”
“Terimakasih,
Nak, atas apa yang sudah kamu berikan, Ibu sangat bersyukur dan bangga memiliki
anak sepertimu,” ucap Bu Mirna sambil menangis tersedu-sedu dan memeluk Ustadz
Radi.
Sebelum
beberapa hari keberangkatan, Ustadz Radi pun sibuk mempersiapkan perlengkapan
kebutuhan kedua orang tuanya selama ibadah Umroh. Menjelang beberapa hari keberangkatan,
Ustadz Radi mendengar kabar dari pesantren tempatnya memperdalam ilmu agama
bahwa akan ada beberapa jamaah dari pesantren tersebut yang akan diberangkatkan
mengikuti ibadah Umroh dengan rombongan sekarang. Ia pun tidak banyak berharap
mengingat masih baru bergabung di pesantren tersebut. Setelah mengisi ceramah
dalam acara pengajian di masjid, pimpinan pondok pesantren yang merupakan
pemilik salah satu agen travel di Bandung menghampiri dan menawarkan untuk ikut
dalam rombongan keberangkatan Ibadah Umroh pekan depan bersama orang tuanya.
Mendengar
tawaran tersebut Ustadz Radi sangat terkejut dan tidak percaya impiannya selama
ini bisa terwujud. Seolah tidak percaya, ia pun bertanya berulang-ulang
keseriusan tawaran tersebut.
“Alhamdulilllah
Ya Allah…Engkau telah mengabulkan do’aku selama ini,” ucap Ustadz Radi sambil
bersujud syukur dan meneteskan air mata.
Sesampainya
dirumah ia pun langsung menyampaikan kabar gembira tersebut kepada orang
tuanya.
“Alhamdulillah
Pak…Bu…saya mendapatkan tawaran untuk berangkat ibadah Umroh bersama Ibu dan Bapak,”
ucap Ustadz Radi. Mendengar kabar tersebut Bu Marni dan Pak Mardi sangat senang
karena impian dan doa mereka selama ini dapat terwujud. Ustadz Radi pun sibuk
mempersiapkan kebutuhannya mengingat waktunya tinggal beberapa hari lagi.
Sampai hari keberangkatannya rasa haru dan tak percaya masih dirasakan Ustadz
Radi bisa melaksanakan ibadah Umroh bersama kedua orang tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar